Liverpool Nyaris Dipermalukan Wolves: Kemenangan yang Tak Layak Dirayakan?

Ficture : Ilustration Artistik

Liverpool kembali melanjutkan perjalanan mereka di Liga Inggris dengan kemenangan tipis 2-1 atas Wolverhampton Wanderers di Anfield. Namun, jika Anda berharap melihat penampilan dominan dari tim yang memimpin klasemen, bersiaplah untuk kecewa. Jika bukan karena keberuntungan dan bantuan wasit, pertandingan ini bisa saja berakhir dengan kekalahan memalukan bagi The Reds.

Babak Pertama: Dimulai dengan Janji, Berakhir dengan Keberuntungan

Pertandingan dimulai dengan Liverpool tampak mendominasi penguasaan bola. Luis Díaz membuka skor pada menit ke-16, memanfaatkan kesalahan defensif Wolves yang lebih menyerupai aksi komedi daripada sepak bola profesional. Gol ini seolah menjadi tiket Liverpool untuk mengendurkan permainan mereka.

Mohamed Salah menggandakan keunggulan lewat penalti pada menit ke-37, yang tentu saja, seperti biasa, menimbulkan kontroversi. José Sá tampaknya melakukan kontak minimal terhadap Díaz, namun wasit, yang tampaknya memiliki soft spot terhadap Liverpool, tanpa ragu menunjuk titik putih. Dalam dunia di mana VAR seharusnya memperbaiki keputusan, Liverpool masih saja mendapat hadiah keputusan menguntungkan.

Babak Kedua: Liverpool Menghilang dari Lapangan

Bagi penggemar netral, babak kedua adalah tontonan yang sulit dipercaya. Liverpool, yang pada babak pertama masih menunjukkan niat menyerang, tiba-tiba memilih untuk bermain seperti tim papan bawah yang bertahan mati-matian. Statistik mencengangkan mencatat bahwa tim asuhan Arne Slot tidak melepaskan satu pun tembakan sepanjang babak kedua – sesuatu yang terakhir kali terjadi lebih dari 20 tahun lalu.

Matheus Cunha akhirnya menghukum Liverpool dengan gol spektakuler pada menit ke-67, membuat Anfield terdiam sejenak. Namun, alih-alih bangkit dan menekan lawan, Liverpool memilih untuk bermain lebih hati-hati, seakan mereka tim medioker yang puas dengan kemenangan tipis.

Keputusan Aneh dan Pertahanan yang Rentan

Arne Slot menunjukkan sisi konservatifnya dengan menarik Ibrahima Konaté sebelum babak pertama berakhir untuk menghindari potensi kartu merah. Meskipun keputusan ini mungkin masuk akal secara taktik, itu menunjukkan betapa Liverpool tidak percaya diri dalam kedalaman skuad mereka. Jika satu pemain kunci harus ditarik hanya karena potensi kartu, bagaimana mereka bisa bersaing dengan tim besar Eropa di Liga Champions?

Di sisi lain, pertahanan Liverpool yang terkenal kokoh kini terlihat seperti tembok tua yang mudah runtuh. Trent Alexander-Arnold masih belum belajar bertahan dengan baik, sementara Virgil van Dijk mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan akibat usia. Seandainya Wolves memiliki penyelesaian yang lebih klinis, cerita pertandingan ini bisa sangat berbeda.

Kemenangan yang Menipu

Dengan hasil ini, Liverpool memang memperlebar jarak dengan Arsenal menjadi tujuh poin di puncak klasemen. Namun, jika mereka terus tampil seperti ini, bukan tidak mungkin tim-tim lain akan mulai mengejar dan menyalip mereka.

Liverpool beruntung bisa menang dalam pertandingan ini, tapi keberuntungan tidak bisa selalu diandalkan. Fans mungkin masih merayakan tiga poin, tetapi jika permainan seperti ini terus berlanjut, jangan kaget jika musim ini berakhir dengan kekecewaan besar


Post a Comment

0 Comments