Pemilu, Pilkada 2024 dan Daya Tahan Demokrasi Indonesia




Pemilihan  kepala  daerah  digelar  secara  serentak  pada  tanggal  27  November  2024 nanti.  Pemilihan  kepala  daerah  di  Indonesia  pada  tahun  2024  digelar  untuk  daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025. Sistem pemilihan  kepala  daerah  secara  serentak  pada  tahun  2024  merupakan  yang  kelima  kalinya diselenggarakan  di  Indonesia,  serta  merupakan  yang  pertama  kalinya  melibatkan  seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, terkecuali provinsi DIY yang gubernurnya tidak dipilih. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 sebanyak 548 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Selaras   dengan   itu,   UU   Nomor   1   Tahun   2015   tentang   Penetapan   Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,  Dan  Walikota  Menjadi  Undang-Undang,  dan  tiga  kali  perubahannya  (UU  Pilkada) masih  tetap  berlaku  dalam  Pemilihan  Tahun  2024.  Pada  Pasal  201  ayat  (8)  UU  Pilkada disebutkan bahwa “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil  Gubernur,  Bupati  dan  Wakil  Bupati,  serta  Walikota  dan  Wakil  Walikota  di  seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”. Artinya,  akan  terjadi  irisan  tahapan  antara  pemilu  dan  pilkada  di  tahun  2024  mendatang, dimana sementara berjalan tahapan pemilu, di suatu titik tahapan pemilu, akan dimulai juga tahapan pilkada.

Mengidentifaksi  problem-problem  pemilu  yang  terjadi,  tentu  ini  harus  ada  evaluasi dan  upaya  pencegahan  dan  penanggulangan  agar  indikasi  masalah  bisa  di  minimalisir secara  efektif.  Dalam  pemilu  sendiri  akan  terdapat  pasangan  calon  presiden  dan  wakilnya, 575 anggota DPR, 2.207 anggota DPRD Provinsi, 17.610 anggota DPRD Kabupaten/Kota dan 136 anggota DPD. Sedangkan dalam pilkada akan terdapat 33 gubernur, 415 bupati, dan 93 walikota  yang  dipilih.  Pemilu  2024  tetap  menggunakan  UU  Pemilu  yang  sama  dengan penyelenggaraan  Pemilu  2019,  sehingga  tidak  menutup  kemungkinan  akan  menghadapi tantangan,  kerumitan  yang  sama  dengan  yang  dihadapi  dalam  Pemilu  2019.  Jika  melihat kebelakang  dalam  pemilu  mulai  tahun  2004  sampai  2019  dan  pilkada  serentak  pada  2015, 2017,  2018  dan  2020  maka  ada  beberapa  review  yang  didapat  dalam  pelaksanaan  pemilu mendatang.  Adapun  masalah  yang  akan  dihadapi  diantaranya  mulai  dari  teknis,  tahapan, kelembagaan   dan   masyarakat.   Contohnya   seperti   beban   Tugas   KPPS,   Pendistribusian Logistik,  Validasi  Data  Pemilih,  Politik  Uang,  dan  Penyebaran  Hoax  atau  Hate  Speech  saat masa Kampanye.

Pelaksanaan  pemilihan  umum  kepala  daerah  secara  langsung  adalah  salah  satu perwujudan   instrumen   demokrasi   dalam   rangka   menciptakan   pemerintah   yang   lebih demokratis. Dengan sistem ini, maka harapan terwujudnya kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan  diyakini  dapat  terealisasi  secara  menyeluruh,  mengingat  sistem  demokrasi merupakan  perintah  langsung  yangdiamanatkan  oleh  UUD  1945.  Dalam  perjalanannya, sistem   demokrasi   yang   dianut   bangsa   Indonesia   tidak   terlepas   dari   berbagai   bentuk rintangan yang tidak jarang menimbulkan sikap apatis bagi masyarakat luas.

Maraknya persoalan yang lahir dan mengiringi proses perjalanan demokrasi di tanah air adalah implikasi langsung dari berbagai rintangan yang muncul. Namun demikian, fakta dimaksud tidaklah elegan dijadikan sebagai bahan patokan sekaligus ukuran dalam menilai berhasil  tidaknya  pelaksanaan  demokrasi  di  tanah  air.  Justru  situasi  yang  demikian  harus dipahami sebagai bagian dari demokrasi yang terus tumbuh dan berkembang dalam proses transisi   politik   yang   mengalami   berbagai   pendewasaan   perilaku   politik   negara   dan rakyatnya. Kompleksitas persoalan yang dimaksud haruslah dipandang sebagai bagian dari proses pendewasaan politik menuju kondisi  perpolitikan yang lebih ideal.  Kendati harapan ini  mungkin  sulit  terwujud,  namun  bukan  berarti  harapan  perubahan  pola  dan  konsepsi politik yang saat ini sedang tumbuh sudah menutup ruang perubahan yang lebih baik

Sebagaimana  yang  pernah  diungkapkan  oleh  Robert  Dahl,  demokrasi  yang  ideal selalu  menuntut  berbagai  hal  sehingga  tidak  ada  rezim  aktual  yang  mampu  memahami secara utuh: “ketika mencari demokrasi ideal maka tidak ada rezim yang demokratis”(Dahl, 1982)   Dari   pandangan   Robert   Dahl   di   atas,   dapat   dipahami   bahwa   sejatinya   proses demokrasi   akan   terus   menuntut   perubahan   secara   menyeluruh.   Sedemokratis   apapun pemerintahan  dijalankan  dan  setinggi  apa  pun  komitmen  perwujudan  kedaulatan  rakyat, proses demokrasi tidak akan pernah berhenti pada titik kesempurnaan. Berbagai perubahan mendasar  menuju  posisi  yang  lebih  baik  akan  selalu  dituntut.  Oleh  karenanya,  tidak mengherankan  bahwa  kemudian  banyak  pihak  yang  berasumsi  hampir  tidak  ada  negara yang sudah mencapai tingkat kematangan dalam menjalankan demokrasi.

Kendati  banyak  negara  yang  mengklaim  sistem  pemerintahannya  didasarkan  pada sistem demokrasi, namun proses pencapaian tujuan demokrasi itu sendiri masih menyisakan sejumlah persoalan. Dalam tahap perkembangan yang paling tinggi, demokrasi tidak hanya terdapat  dalam  kehidupan  politik,  tetapi  juga  sudah  menjalar  ke  kehidupan  sosial  dan ekonomi.  Sementara  dalam  tahap  yang  paling  rendah,  demokrasi  dapat  terwujud  melalui pemilihan wakil rakyat yang kualitasnya masih mengundang keraguan. 



 

Post a Comment

0 Comments