Berbahagialah sebab itu tandanya dia memiliki cara pandang sendiri, jangan sampai kita membatasi burung yang ingin terbang menggunakan sayapnya, biar mereka melintasi langit tanpa beban dan tekanan. fenomena ini mungkin membawa alam pikir kita cendrung takut berselisih paham, cendrung kita memilih pendapat mayoritas,padahal kenyataannya belom tentu kebenarannya pada mayoritas tadi, itulah masalah yang harus kita cari sebab dan penawarnya.
Sesaat jika terlintas dalam pikirmu kalau hidup itu keras' dan pikiran yang engkau bentuk berdalil negatif, maka itu akan lebih dekat pada kenyataannya. Jangan sampai pikiran negatif seperti takut, cemas, dan tak percaya diri kau rawat, dampaknya tak baik, ia lebih dekat pada kerugian.
barangkali seorang akan membalas dengan bahasa" semua yang kau anggap akan merugikan itu nikmat dari Allah pula".
memang benar, akan tetapi dinamika abad ini tak mudah di tafsifkan begitu lembut, semua peralatan modernisasi seperti teknologi, berisi media sosial, percepatan informasi, akses liberal dan lainnya, sudah membentuk kehidupan baru.
kehidupan tanpa batas dan norma sosial, mungkin bagi kita memang biasa saja, tapi berjuta data orang sebenarnya sedang di pertaruhkan, diperjual belikan, dimanfaatkan tanpa sepengetahuan kita. ini fakta real, maka bergegaslah sadar, berfikirlah rasional.
pernahkah kita berfikir kalau semangat teknologi itu adalah otomatisasi. hal lain ternyata menjadi variabel baru, terlampau banyak orang terlena dengan fitur-fiturnya, sehingga tak lagi menjadikan teknologi sebagai alat bantu tetapi menjadikannya pedoman hidup. agak laen tapi itu kongkrit, barangkali masih banyak yang sesuai penggunaannya tetapi banyak pula sebaliknya, tak ada yang bisa di sanksi dalam hal ini, selain introfeksi diri sendiri.
kalau generasi penerus dicekokin terus tentang keterbukaan teknologi seperti media sosial dan fitur lainnya tanpa batasan " agak repot bangsa ini". demokrasi boleh, tapi tak berarti semua hal juga dibebaskan, mestilah menyesuaikan dengan kapabilitas bangsa itu sendiri. pun meniru ada seninya.
oleh karenanya penting memupuk mental pada diri sendri, agar kemudian tahan banting, sering di bahas di seminar-seminar dengan tema Mental Healty, kompleksitas permasalahan ni tak hanya berdampak pada porak-poranda pikiran, lebih jauh dari itu bahkan orang yang terindikasi sampai bisa bunuh diri, banyak kasusnya, hanya saja pertanyaannya sejauh mana permasalahan ini di carikan solusi dan penanggulangannya, seberapa serius pihak yang terkait? sungguh tak sampai hati saya membayangkannya.
Era ini Edan, sebenarnya tak ada kata aman bagi kita sebagai pemilik hak atas asasi kemanusiaan, memang benar Slogan "Freedom, Equality and Justice for All" di Gemakan, hanya saja slogan itu bak peluru tanpa pistol, kita perlu mendudukkan problem ini secara serius, nasib bangsa ini ada di pemudanya data statistik juga menunjukkan itu, bonus demografi berkali-kali menjadi topik, hanya saja implementasinya jauh dari tanah, mengawang saja di udara. hingga tak ada kesimpulannya.
sulit bangsa ini mandiri, bukankah perubahan sosial itu dasarnya berangkat dari tiga hal, lingkungan, ekonomi, dan sosial. tapi bukan untuk membuat pesimistis bagi kita semua, kita perlu menjadikannya sebagai Evaluasi serius, bukankah esok waktunya pemuda yang akan meneruskan bangsa ini? jadi repot juga kalau yang ditinggalkan dosa-dosa masa lalu mereka yang memegang kendali saat ini, rumit betul kan! kalau di biarkan pola seperti ini, esok kita tak lebih bak clening servis,kerja kita cuma bersih-bersih.
kongklusinya adalah setiap kamu mestilah memiliki prinsip dalam hidup, tak bergantung dan merdeka. kalau tidak, berdiri pun kita harus ditopang, sulit diterima akal. kendali ada di kau, kau dengan prinsip dan jalan yang kau tentukan. tak baik pemuda itu menjadi reaksioner, pemuda harus menjadi penentu, pengendali, dan pengawal visioner.
tak hentinya, provokasi harus terus mekar di belantara kehidupan berbangsa dewasa ini, tak ada pilihan lain, cara lain mungkin akan terus di coba, tetapi pendekatan ini relatif efektif, sunyi dan rapi.
Demikian, jalan pembebasan kita adalah sadar dan menyadarkan, memanusiakan manusia, peka, berempati, radikal dan solutif. langkah-langkah ini harus menjadi dogmatif. semoga dan amiin.
0 Comments