fenomena kita



Semakin rumit persoalan pertahun 2024 dewasa ini, presiden dan seluruh jajaran pembantunya tak ubahnya memperburuk alur sistem demokrasi kita. masyarakat kecil diperalat' para oligark berlomba mencari posisi strategis melanjutkan penindasan, melupakan kepentingan bangsa dan negara. Dasar ! ini bukan lagi negri demokrasi rasa kerajaan sebagaimana disebut Gus Mus'  ini negeri Parsianyangan. (01)

Dimanapun, Kapanpun' setiap perubahan membutuhkan waktu dan melewati beberapa kesulitan, jauh dari itu semangat ke arah yang lebih baik harus ditangani dengan tindakan tegas terukur dan terarah. Melalui mekanisme sederhana tanpa meninggalkan pakar sesui kapasitasnya masing-masing (02)

Kegagalan bukan akhir, kesuksesan begitupula, roda kehidupan selalu berubah seiring berjalannya waktu, tugas kita menyesuaikan kapan menerimanya secara bergantian dan seperti apa menyikapinya, agar kelak mengerti bahwa rotasi itu ada dan nyata. (03)

Memahami persoalan harus mendasar, manusia itu kompleks karenanya tak elok kalau kita menyimpulkan hanya dengan sudut pandang sendiri, tak semua kita ketahui dalam banyak hal, olehnya manusia disebut makhluk sosial, hanya karna berbeda pandang tujuan bersama digadaikan, lantas kalau terus begini bagaimana nasib bangsa ini kedepan?. berbeda pandang boleh tapi jangan sampai itu menjadi penghalang untuk cita-cita dalam kebaikan kita semua.. tak ada yang lebih penting daripada saling mengerti dan menurunkan ego masing-masing, sesama kita adalah lawan bukan musuh' lawan saling melengkapi sedang musuh saling menghabisi. (04)

HmI cabang malang dewasa ini tak hanya kehilangan identitas sebagai kiblat kaderisasi, lebih miris dari itu tertinggal terkesan korservatif, pragmatis, politiis, dan kehilangan eksistensinya, sudah begitu arogan pula' demikianlah kita. (05)

Yang saya sesalkan dalam forum diskusi HmI saat ini ialah ketika melihat 2 kubu saling serang, bukan perihal argumentasi' tapi karna kawal mengawal senior, miris bukan?. Pointnya tak berlandaskan persoalan objektif akhirnya, sehingga tak subtantif. Sungguh! mereka melupakan independensi atau mungkin tak paham perihal itu. Benar saja' kalau begini apalagi yang kita wariskan untuk regenerasi kedepan?, ingat! Kita organisasi perkaderan bukan organisasi "perintah kanda". (06)

Jika esok organisasi tak mampu lagi berlayar dilautan kampus lantas apalagi yang hendak kita harapkan dari mahasiswa? Critical thinking membeku, adabtasi sekedar ikut pasar, tanggung jawab moril meleleh. Naas jika itu terjadi mahasiswa tak lagi agen of change' tetapi "agen be oleng" (07)

Salah satu solusi untuk mengembalikan marwah organisasi yaitu memperluas aktivitas organisasi melalui media massa, memang terkesan eksistensialis tetapi itulah keharusannya saat ini. Wabah yang dialami organisasi saat ini salah satunya adalah minim pengakuan, bukan karna tidak ada nilai, namun kebiasaan kader HMI adalah mencoba melawan kenyataan bahwa esensi itu lebih dari segalanya. Apapun saat ini sudah seharusnya di publish di media massa, sebab merupakan salah satu instrumen yang berpotensi menggenjot HMI naik kembali ke permukaan. (08)

Kampus tak lagi menjawab kebutuhan generasi muda dimasa depan, khususnya kampus kita swasta, kepentingannya bukan lagi tentang generasi' mengapa demikian? Sebab konser dan agenda-agenda goyang meriah lebih menguntungkan ketimbang acara-acara intelektual. Mahasiswa disulap sebagai suplayer demi mendatangkan keuntungan kekampus, selain itu mungkin dikesampingkan karena tak mendatangkan tetapi menguras keuangan kampus. (09)

Ketika saya ikut agenda kampanye pilpres di kota batu barulah saya mengerti betapa rendahnya tingkat pemilih masyarakat indonesia ini, berbondong-bondong datang bukan menyaksikan harapan dan cita² yang ditawarkan paslon, jauh dari itu masyarakat hanya menunggu kapan doorprize dan makan-makanan turun, tak hanya itu beberapa pula terkesan lucu, mengambil persediaan makan dan minum secara diam² memasukkan sebanyak muatan tasnya, inikah mental orang miskin sebagaimana yang dikoar-koarkan media tv? Memang kegagalan kepemimpinan presiden jokowi tak lagi samar tetapi terang-benderang tak ada lagi rasa malu dan empati, kita saling memangsa memakan satu sama lain. Bangsa dengan mental seperti ini pendekatannya hanya dua: materil dan peruasif/emosional. (10)







Post a Comment

0 Comments