secara normatif sebagaimana kalimat Tan Malaka dalam buku Madilog, masyarakat indonesia memiliki paham "logika mistika" yang sangat erat, tentu pengaruhnya pada corak berfikir mendepankan kepasrahan berujung pada ketergantungan atas ketidakpastian. padahal kata melawan sejatinya berperan penting pada proses kemandirian berfikir dan bertindak, upaya keluar dari stigma bergantung pada seseorang yang akibatnya penindasan.
melawan tidak selalu tentang kriminalitas, namun sebaliknya upaya perlawanan adalah demi menegakkan keadilan yang bertumpu pada kebenaran, berbagai macam persoalan tidak etis tergambar jelas dipraktekkan di muka publik, melalui perintah tuhan untuk mematuhi larangan, menunaikan perintah, dan mengamini petunjuknya. setiap individu memiliki tanggung jawab yang sama di mata publik dan dihadapan Tuhan, maka tak etis jika terus tunduk dan mendiamkan suatu hal yang salah hanya karna rasa takut dan tak enggan. "keadilan harus ditegakkan walaupun langit akan runtuh".
mesin perlawanan adalah keberanian, maka menempah keberanian bersifat mutlak, terdapat beberapa terapi untuk berani seperti memperbanyak pengetahuan, mempertajam analisis, dan melakukan aksi real dilapangan secara continiu. cukup sederhana tetapi masalahnya selalu terkait konsistensi perilaku, sehingga cukup sulit untuk membangun jiwa merdeka sedari dulu hingga saat ini.
mengutip Peter L Berger dan thomas Luckman dalam bukunya konstruksi sosial bahwa antara pengetahuan dan realitas sering sekali tidak menemukan kesesuaian, publik diajarkan persoalan ideal di kelas-kelas dan menutupi persoalan buruk sebagaimana realitas dilapangan terjadi, miris bukan? artinya sedari sekolah saja publik sudah diajarkan berbohong pada relitas kehidupan sekitar, guru yang demikian digugu dan ditiru melakukan malapraktik yang tak ada hentinya, tentu saja tidak semua tetapi cukup memprihatinkan.
oleh karenanya merdeka merupakan pilihan kongkrit! merdeka dan memerdekakan. terlampau banyak masyarakat ditindas secara tak sadar, diintimidasi secara brutal, didoktrin untuk terus tergantung pada secuil makanan sebut saja "umpan". masyarakat terombang-ambing dan merelakan diri dalam ketertindasan. oleh karena itu, cukup menarik ungkapan Eko Prasetyo "Bangkitlah Gerakan Mahasiswa" kemudian cita-cita Nurcholish Madjid "Menciptakan Masyarakat Madani" dan Ahmad Fuadi "Merdeka Sejak Hati'. menciptakan harapan mulia yang hakikatnya harus kita mulai dari Melawan, maka narasi "merdeka itu melawan" adalah upaya melawan diri sendiri bersifat internal dan melawan eksternalitas individu lain yang mempraktikkan penindasan.
mereka para penindas "kaum mustakbirin" harus diberi Warning dan seyogyanya para terdidik harus memberi pembelaan "Advokasi" untuk mereka yang tertindas "kaum mustad'afin" begitulah rotasi kehidupan yang diharapkan Nurcholish madjid yaitu membangun peradaban yang adil makmur, dimulai dari perlawanan setiap individu hingga mencapai kemerdekaan kemudian memerdekakan individu lain sehingga perlawanan bersifat melembaga dan menjadi role model baru, budaya baru dan peradaban baru yang terbaharukan berprikemanusiaan dan berprikeadilan.
0 Comments