![]() |
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah |
Bertepatan pada tanggal 22 Oktober 2023, Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, ditetapkan oleh presiden Joko Widodo pada keputusan Presiden No 22 tahun 2015, salah satu latar belakang ditetapkannya hari besar ini adalah berawal dari kunjungan Presiden Joko Widodo kesalah satu pesantran di kabupaten Malang. kala itu beliau belum menjadi presiden,(kompas). Setelah terpilihnya menjadi presiden republik indonesia ditahun 2014 dengan pertimbangan-pertimbangan maka di tindaklanjuti dan ditetapkkanlah tangal 22 oktober 2023 menjadi hari santri. selain dari kunjungan kala itu penetapan tanggal ini juga berdasarkan dari Resolusi yang dibacakan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 kala itu. Didalamnya menyuarakan kepada santri dan ulama pondok pesantren ikut serta dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
Mengutip DataIndonesia.id
(Kemenag) mencatatkan terdapat 39.043 jumlah pesantren tersebar di Indonesia
pada 2022/2023, dengan jumlah santri 4,08 Jt kurang lebih tercatat.
Perkembangan signifikan dari tahun-ketahun begitu pula dengan berbagai
persoalan didalamnya.
Mendaftarkan
anak ke pondok pesantren menjadi harapan sebagian banyak orang tua, keinginan
para orang tua tak lain untuk memperdalam pengetahuan agama anaknya, disisi
lain kesibukan orang tua mencari nafkah juga menjadi faktor memasukkan anaknya
ke pondok pesantran, namun terlepas dari itu beberapa orang tua juga enggan
memasukkan anaknya ke dalam pondok pesantren karena berbagai kabar negatif yang
datang dari beberapa pondok pesantren sehingga merusak citra pesantren lainnya
di mata masyarakat.
Persoalan di atas merupakan
konsekuensi logis, hal wajar dari pendidikan yang bersifat dinamis. Demikian
yang menjadi pembicaraan menarik adalah bagaimana kontribusi santri terhadap
bangsa dan negara indonesia dewasa ini? Sederhananya apa yang sudah disumbangkan
para kaum santri? Dan bagaimana kaum santri bersikap dan bertindak?
Secara
historis kontribusi santri jelas ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
sebagaimana sampai ditetapkannya resolusi seperti penjelasan di atas. Kemudian
pasca kemerdekaan kaum santri berperan aktif dalam mendorong proses penguatan
pendidikan, pembangunan infrastruktur, peningkatan nilai-nilai moral dan etika
dalam masyarakat. Tak hanya itu basis kepemimpinan santri juga berperan aktif
didalam dunia kemiliteran, bahkan konsepsi strateginya masih dipakai hingga
saat ini yaitu panglima besar Jendral Soedirman, patungnya terpampang besar di
jakarta sebagai pengabadian dari pengabdiannya terhadap bangsa dan negara. Atas
dasar itu banyak dari santri pasca pendidikannya melanjutkan karir menjadi
seorang TNI/polisi hingga saat ini.
Selanjutnya
di Era Distrupsi dan perkembangan jaman dewasa ini sikap kaum santri menjadi
refleksi bersama, secara historis jika melihat dari tataran pemerintahan (birokrasi)
pasca kepemimpinan presiden ke-3 BJ Habibie, pertama dalam sejarah indonesia
santri menjadi presiden yaitu Abdurrahman Wahid biasa dikenal Gus Dur. hingga
saat ini dari kaum santri kembali mencalonkan diri sebagai wakil presiden
setelah Ma’ruf Amin yang sekarang masih menjabat sebagai wakil presiden.
Artinya partisipasi kaum santri bahkan sudah menapaki pimpinan tertinggi
negara, lagi-lagi sikap kaum santri sudah mencapai puncak tertinggi selanjutnya
peran santri bertepatan di hari besar ini harus direnungi secara eksplisit bagi
setiap santri dan alumni diseluruh indonesia.
Oleh karenanya dari sudut pandang
lain banyak juga dari kaum santri yang tidak mencerminkan santri ideal
sebagaimana yang di cita-citakan, kemunafikan serta keburukan-keburukan seperti
perlakuan yang tidak terpuji acap kali
tersorot berdampak merugikan bangsa dan negara, sehingga tak bisa
dipungkiri tugas santri yang paling sulit hari ini adalah mempertahankan
komitmen dari nilai-nilai yang diajarkan oleh para kiai dan tanggung jawab
moralnya pada diri sendiri dan dihadapan masyarakat. Berkaca pada historis
kerajaaan majapahit bahwa keruntuhan majapahit sesungguhnya disebabkan oleh
majapahit itu sendiri.
Maka
bertepatan hari besar ini penulis menawarkan sebuah konsepsi yaitu “Menjadi
Santri Neomodernis” sebuah pembicaraan yang sudah lama di tawarkan oleh para
tokoh kaum santri terdahulu, namun sebagai alumni pesantren’ untuk terus
mendorong peran dan sikap santri dewasa ini maka penulis kira setiap kaum
santri penting untuk menyumbangkan ide/gagasan setidaknya seperti momentual Hari
Santri Nasional saat ini demi kemajuan dan harapan besar kedepannya.
Menjadi Santri Neomodernis
Dasar
menjadi santri neomodernisme adalah merumuskan visi kemodernan dengan berpegang
teguh pada tradisi pesantren dan ajaran Ulama, Hukum islam, dan Al-qur’an.
Artinya menjaga komitmen budaya yang telah di bentuk di lingkungan pesantren
untuk diterapkan di kalangan masyarakat umum. Mungkin terkesan tradisional
tetapi itulah sejatinya budaya modernitas. Santri Neomodernis tidak mudah di
kotak-kotakkan, sifatnya Pluralis dan Inklusif sebab berpegang pada
ajaran Al-qur’an-Hadist. Maka relevansi perkembangan jaman dan perubahan sosial
pada dasarnya tinggal menyesuaikan bukan meninggalkan budaya santri, sehingga
kuncinya adalah Pluralitas menerima keberagaman dan toleran terhadap
suku, golongan, agama, dan adat. Kemudian bersifat Inklusif terbuka dan
mengakui eksistensi dari keberagaman menghargai dan menghormatinya.
Meminjam istilah C.Reksodikromo
“kaum abangan” istilah yang ditujukan pada kaum santri sebab dipandang menutup
diri, kampungan, tradisional, juga disebut kaum termarjinalisasikan secara
ekonomi dan politik, bahkan oleh Hadisoebono Tokoh PNI masa orba menyebut santri sebagai “kaum sarungan” naasnya
lagi pada masa orba santri selalu dimobilisasi sekedar kepentingan suara
politik samata atau biasa disebut vote getter sedangkan “kue politiknya”
hanya dilahap sendiri, sedang kaum santri hanya berada di pinggir kekuasaan’
secara eksplisit ia mengatakan Santri Bisa apa?.
Uraian diatas sudah lama
terbantahkan, hanya sebagai pengantar menuju santri Neomodernis. semenjak
runtuhnya rezim Orba, kaum santri sudah Move on dari persoalan itu, Mendiang
Gus Dur mengubah semua tuduhan dan fitnahan sebagaimana uraian diatas hingga
Gus Dur menjadi presiden ke 4 indonesia. Semua berubah 180 derajat berbagai
pandangan negatif berubah menjadi positif, islam awalnya dipandang adalah agama
terorisme menjadi agama penyatu dan pembawa perdamaian.
Cukup sederhana menjadi santri
Neomodernis namun gagal paham dan komitmen menjadi soal fundamental penghambat menuju
santri Neomodernis tersebut, yang gagal paham cendrung menjadi eksklusif’
meminjam istilah NurCholis Madjid “Spritual Magis” menganut paham bahwa santri ya
mengaji dan berdoa, tentu salah besar. Sedangkan mereka yang sudah paham tetapi
tidak jujur dan menjalankannya maka sama halnya Mempermainkan Tuhan, demikian
karena tidak mengindahkan nilai-nilai yang sudah diajarkan dan diketahui.
Santri Neomodernis harus menjaga kesesuaian
antara “Hablum minallah dan Hablum minannas” menjadi santri tidak melulu tentang
ibadah dan Berdoa begitupun umat islam lainnya. Santri harus berpartisipasi dan
berdampak! Tidak eksklusif ! bergeraklah sesuai dengan kemauan dan keahlian, hanya
saja yang perlu ditekankan adalah aktualisasi tradisi pesantren, berjalan
berdasarkan perintah, larangan dan petunjuk yang terdapat dalam al-qur’an-hadis.
Meminjam istilah ustadz Solihin M.A direktur pesantren Ar-raudhatul Hasanah
“dimanapun kamu berpijak,ingat! Di jidatmu ada RH” artinya apapun yang
dilakukan dan dimanapun berpijak jangan lupakan tradisi pesantren. Kira kira
begitu.
0 Comments