Percaturan Membangun Perubahan
Saat angin perubahan bertiup, sebagian orang membangun
tembok dan sebagian lainnya membangun kincir angin’ sebuah pepatah Cina,
kerap menjadi pertimbangan bagi mereka yang menghendaki perubahan kearah yang
lebih baik. Kabupaten Padang lawas Utara (PALUTA), provinsi sumatra utara,
indonesia. Merupakan hasil pemekaran dari Tapanuli Selatan pada tahun 2007
silam, bertepatan dengan Undang-Undang republik indonesia nomor 37 tahun 2007,
Gunung tua ditunjuk menjadi ibu kota kabupaten, memasuki umur 17 tahun setelah
mekar masih terbilang muda, per 2021 menurut data BPS
jumlah penduduk 269,845 jiwa. sampai hari ini mungkin bertumbuh terbilang
ideal sebagai kabupaten dengan sumber daya alam yang tersedia.
Awal mula pemekaran’ paluta dibawah kepemimpinan bachrum
harahap selama 2 periode, kemudian pemilu
2018 suara dimenangkan oleh Andar Amin harahap dan wakilnya Hariro Harahap hingga
kini masih menjadi Bupati di paluta, tentu terdapat perubahan yang signifikan
dari seluruh lini seperti Pendidikan, Perekonomian, Sosial, dan Budaya. Mengutip
data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari BPS.com bahwa /2016-2021 terus
mengalami peningkatan, sebuah pencapaian yang baik tentunya, namun hal itu
berbanding terbalik dengan yang dirasakan aktivis mahasiswa yang berdemonstrasi
menuntut hal-hal yang tidak selesai dari kepemimpinan saat ini.
sebagai kabupaten yang sudah berdiri 17 tahun lamanya
seharusnya lebih baik dan terukur dalam pengabdiannya, dinaungi visi bersama
membangun padang lawas utara beriman, cerdas, maju dan beradat. Seyogyanya
sudah sampai pada tahap implementasi yang terukur.
Padahal Nilai-nilai yang terkandung dalam visi bupati padang
lawas utara tersebut sudah merepresentasikan kebutuhan yang sebenarnya dijewantahkan bagi masyarakat PALUTA, tetapi
ironisnya berapa lama sudah mengemban amanah menjadi bupati di PALUTA tetap
saja belum sampai pada kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat tentunya di
PALUTA.
Oleh karena itu tindakan-tindakan yang berbasis kesadaran
perlu dilakukan oleh pemerintah PALUTA untuk menjadikan PALUTA sebagai Kabupaten
yang melek budaya literasi demi mencetak generasi penerus yang mumpuni, oleh
karenanya perlu dilakukan beberapa hal untuk mendongkrak budaya literasi di
kabupaten PALUTA, tentu sebagai mahasiswa yang berasal dari Gunung Tua dalam
hal ini akan mengutarakan ide/gagasan untuk perubahan itu, harus dilakukan
beberapa langkah-langkah strategis antara lain yaitu
Membangun minat pelajar paluta berkunjung ke perpustakaan
Beberapa sumber yang di dapat tentang minat baca khususnya
di sumatra utara memang terkesan memprihatinkan, minat baca oleh pelajar/masyarakat
semakin menurun begitupula di Kabupaten Padang Lawas utara, banyak indikator turunnya
minat baca di Paluta salah satunya tidak terdapat toko buku di Paluta terlebih
di gunung tua, mungkin tidak menjadi masalah besar karna bisa saja membeli melalui
online, tetapi secara etis pengadaannya eloknya wajib, kemudian tingginya
tingkat urbanisasi’ banyak dari siswa yang menempuh pendidikan di luar kota,pulau
bahkan negara, dan kebiasaan masyarakat yang kerap kurang memprioritaskan pengulangan
belajar sepulang sekolah, sehingga anggapannya belajar hanya disekolah padahal peran orang tua juga amat
penting untuk mendorong ghirah belajar dan sebagai kompas untuk mendorong anak
rajin belajar/membaca, banyak indikator lain yang melandasi turunnya minat
berkunjung siswa keperpustakaan.
Tetapi
jauh dari itu sesungguhnya yang mesti dipertanyakan adalah peran dan fungsi
bagian kepustakaan tentang regulasi menarik minat baca pelajar paluta dan sosialisasi
tentang pentingnya berkunjung ke perpustakaan untuk membaca, memang
tidak mudah mengubah sesuatu, tetapi menuju masyarakat yang mandiri dan cerdas
memerlukan spirit baja yang siap melewati kesusahan-kesusahan untuk sebuah
perubahan ke arah yang baik.
Bisa saja melalui kerja sama dan mitra dengan
sekolah-sekolah yang ada di paluta dengan memfasilitasi seperti pengadaan
mobil perpustakaan keliling maupun vaktori visit ke perpus sekali seminggu,
bukan hal yang sulit jika semangat membenahi regenerasi bangsa yang cakap, bisa
juga dengan memberi reward untuk siapa yang sering mengunjungi perpustakaan lalu
kepustakaan dan dinas pendidikan membangun kerjasama dengan bentuk program,
atau mewajibkan wali murid mendampingi anaknya untuk berkunjung ke perpus
sebagai program wajib di sekolah, artinya banyak program yang menarik untuk
menumbuhkan minat membaca melalui perpustakaan saat ini. PALUTA harus mencetak
regenerasi yang melek membaca bukan hanya berdoa.
Gerakan pengadaan buku bacaan di coffe shop sebagai sarana
literasi
Jaman semakin modern, sebelum marak coffe shop di Paluta,
tempat kopi yang ramai adalah warkop yang harganya hanya berkisar 3-4k
pergelas, namun perkembangan jaman tak terbendung, tongkrongan berubah haluan
ke tempat-tempat yang lebih modies dan estetik, anak muda khususnya lebih nyaman
ketika duduk di coffe shop dengan fasilitas wifi dan colokan olor dimana-mana, selain
terkesan lebih bagus harga yang di tawarkan juga berbeda jauh, lebih mahal 3
kali lipat padahal ukuran gelasnya sama’ hanya saja kecakapan pembuatannya
sudah dengan mesin yang lebih mahal harganya.
Eksistensi mendahului esensi oleh Jean Paul Sastre dewasa
ini sesuai dengan realita di jaman modernisasi, seiring berlalunya waktu tentu
peminat kopi shop semakin meningkat, para pengusaha melihat coffe shop
merupakan bisnis yang menjanjikan, melihat peluang dari tingginya urbanisasi
sehingga budaya luar seperti nongkrong di coffe shop berhasil masuk ke
kabupaten PALUTA, namun terdapat sesuatu yang menarik melalui coffe shop, yaitu
mensosialisasikan kepada pemilik coffe shop mendukung program melek literasi
untuk mengadakan buku bacaan sebagai sarana primer yang harus ada di setiap
sudut kopian, bisa saja melalui kebijakan otoritas pemerintah untuk menyematkan
pengadaan buku wajib bagi pemilik coffe shop saat mengurus perizinan usaha.
Orang yang tidak tahu akan mengira ini nyeleneh, tetapi ini
formulasi yang baik dan formulasi yang bagus jika di terapkan, melihat lebih
jauh bahwa di PALUTA terdapat 2 perguruan tinggi yang harapannya mampu membagun
budaya positif untuk pendidikan di Paluta, tidak ada perubahan yang instan,
ia pasti melalui konflik dan membutuhkan waktu, oleh karenanya sinergitas
demi membangun budaya literasi di Paluta akan lebih sistematis dan terjangkau, peran
organisasi/komunitas diperlukan yaitu dengan membiasakan budaya kajian maupun
diskusi publik di kopian, tidak hanya membuat pertandingan game untuk meraih
piala, bukan menyampingkan game online tetapi memprioritaskan kegiatan yang
bersifat akademik dan membahas isu-isu lokal kontemporer, harapannya semakin
banyak perhimpunan mahasiswa yang ada di berbagai kota bahkan lintas pulau
dapat mengabdi di kampung halaman sendiri.
Membuka Toko Buku Bacaan sebagai sarana mempermudah
mahasiswa mencari buku
Ironisnya di Gunung Tua’ ibu kota Kabupaten tidak terdapat
penjual buku bacaan, sedikit aneh tetapi ini nyata dan logis’ teori dasar dari
berdagang adalah untuk mendapatkan keuntungan, tentu para pedagang akan membaca
pasar, dengan minat baca di kota gunung tua yang rendah tidak mungkin buku
sebagai ladang bisnis menjamin, sehingga orang gila pun tidak akan menjual
buku-buku bacaan, selain yang dijual hanya buku tulis, royal ATK dan
sejenisnya. Menjual buku tentang sastra, ideologi, bisnis sama saja seperti
ingin bunuh diri, menjemput kebangkrutan.
Oleh karena itu lagi-lagi peran pemerintah begitupula
guru-guru harus kontributif dan memberi atension untuk penjual buku, baiknya diawali
oleh pemerintah membuka toko buku, tentu jika hanya berpikir kalkulatif sulit
mendapatkan untung jika menjual buku, tetapi fokusnya adalah mewadahi Sumber
daya manusia yang ada di PALUTA sebagai investasi jangka panjang penerus estafet
kepemimpinan kedepannya, semakin banyak SDM yang cerdas akan berdampak baik
untuk masa depan Kabupaten Paluta begipula gunung tua sebagai ibu kota, tidak
boleh pesimis untuk membuka toko buku karna tak ada yang lebih mahal dari
harga sebuah kemandirian Sumber daya manusia yang cerdas dan bermutu.
Gerakan kesadaran sedini mungkin harus dilakukan, pemerintah
mesti melihat jangka panjang pengelolaan Sumber daya alam dan sumber manusia
kedepannya, jangan sampai masyarakat di kabupaten padang lawas utara menjadi
tamu di rumah sendiri, terkesan konyol tetapi mungkin saja terjadi, karena Gunung
Tua dan dataran kabupaten padang lawas utara sudah banyak dilirik dan pendatang
perusahaan-perusahaan besar. Maka pemenuhan kebutuhan harus diberikan, sebab
ini juga bisa mengurangi urbanisasi yang semakin marak di Paluta, repotnya lagi
orang yang sudah merantau enggan balik ke kampungnya sendiri karena terkesan terlalu
politis dan licik di pandangan pelajar lainnya, sebagai masyarakat yang budiman
persfektif itu harus diterima dengan cinta terlepas dari benar salahnya, jangan
sampai menjadi konflik yang tidak penting sebagaimana yang sudah terjadi.
Membangun budaya literasi
Membangun budaya literasi yang dibutuhkan adalah sinergitas
yang bersifat kolektif kolegial, dari berbagai elemen harus bahu-membahu mendukung
upaya-upaya sebagaimana yang di program pemerintah dan komponen lainnya,
seperti komunitas, LSM, Pengusaha, Perhimpunan pemuda, dan sebagainya,
Pemerintah sebagai pemilik otoritas tertinggi mestinya memberikan sosialisasi
yang konstruktif berbentuk dukungan kegiatan yang berkaitan dengan literasi
berupa moril maupun materil.
Pada dasarnya budaya literasi bisa lewat sektor apapun asal
kesadaran untuk mencetak SDM yang berkemajuan di tanamkan dalam diri masing-masing
pemangku, perubahan yang baik ialah yang diawali sejak diri sendiri,
artinya setiap yang sadar akan pentingnya gerakan kesadaran ini harus menjadi
role model (teladan) untuk individu lainnya, guru dan mahasiswa yang berada di
setiap Instansi Kabupaten PALUTA harus menjadi teladan yang baik untuk
dicontoh,bukan sebaliknya. Tidak perlu befikir kalau diri sendiri belum bisa
menjadi contoh yang baik, sebab yang terbaik bukan mereka yang banyak
menerima tetapi mereka yang banyak memberi. Menularkan kebaikan adalah
perintah Allah bahkan sifatnya berakhir jariyah jika ditiru dan di aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Membangun budaya literasi dari sektor bisnis melalui perhimpunan
pengusaha dipasar maupun petani sawit dengan mengadakan iuran atau program yang
out put-nya beasiswa bisa saja, agar perhatian terhadap sektor pendidikan tajam
ke orang-orang yang kurang mampu bukan malah sebaliknya, begitupula dari para aparat
negara bisa saja membuat kompetisi maupun audisi yang berfokus literasi sehingga
semangat pendidikan di PALUTA perlahan meningkat dan bisa dirasakan 5-10 tahun
kedepan, namun yang perlu di renungkan adalah konsistensi pengadaan perogram
dan pengawasan dari pemerintah agar tetap istiqomah dan keberlanjutannya terukur
dan terarah.
Membangun Sinergitas Melalui ORDA PALUTA di berbagai kota
meupun negara
Berbicara tingkat pendidikan masyarakat di kabupaten Paluta
sebenarnya sudah lumayan baik, tersebar diberbagai kota lintas pulau bahkan
negara, tetapi problemnya mereka yang sudah menyelesaikan pendidikannya enggan
untuk kembali ke kampung halaman, banyak indikator yang menjadi alasan
tingginya urbanisasi tersebut. Padahal jika di perhatikan mereka yang sekolah
seperti di timur tengah, Mesir, Yaman, dan Madinah begitupula yang berada di
pulau Jawa, Jakarta dan lainnya sangat banyak kalau dikalkulasikan, namun tak
perlu pusing jika langkah strategis dari pemerintah sudah membuahkan hasil
bahkan seiring dalam peroses pelaksanaannya sudah terlihat’ lambat laun
kesadaran itu akan datang sendirinya, karena pada akhirnya kampung halaman
adalah tempat pulang yang paling indah menghabisi masa tua.
Membangun mitra dengan orang-orang yang sekolah di luar Kabupaten
PALUTA dengan melakukan penjaringan sifatnya sangat penting, sejauh ini faktanya
setiap kota rata-rata memiliki ikatan keluarga sesama kampung halaman, maka
gaya pelaksanaan program-program didalamnya sedikit banyaknya harus berdampak
pada Kabupaten Paluta sendiri, pemerintah sebagai pemilik otoritas baiknya membangun
silaturahmi positif dan membangun mitra baik untuk masa depan Paluta yang cemerlang,
sebenarnya mahasiswa yang paham tugas dan fungsi, tertera dalam Tri Dharma Perguruan
Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian, maka bagian Pengabdianlah
yang sebenarnya mengharuskan mahasiswa turut turun dan berpartisipasi bukan
menjadi apatis.
Dengan beberapa konsepsi membangun kesadaran pentingnya
budaya literasi di Kabupaten Paluta harapannya para mahasiswa, aktivis, dan elemen
lainnya menjadi promotor kontributif dan mengawal seluruh aktivitas maupun
program yang mengarah pada keharusan universal bagi keseluruhan, atau dengan
tulisan ini dapat membangun diskusi memberi pandangan lain yang bersifat
konstruktif untuk membangun Kabupaten PALUTA yang berkemajuan, tak hanya jago
di kota orang tetapi juga peduli terhadap masa depan kampung halaman sendiri,
jika birokrasi yang sudah berjalan mencapai sejauh ini setidaknya bantuan itu
datang dilatar belakangi oleh mahasiwa dengan tanggung jawab moril sebagai agen
of change maupun social control.
.
0 Comments