17 maret 2023 ditetapkan sebagai hari kesadaran nasional, diperingati oleh para pemangku kepentingan negara dewasa ini menjadi refleksi bersama bagi masyarakat terkhususnya pejabat publik, karena memasuki bulan maret 2023 banyak peristiwa besar yang Amoral di cerminkan oleh pemangku kebijakan publik dan penegak hukum, seperti korupsi, pemerkosaan, narkotika oleh oknum kepolisian, pembunuhan dan lainnya.
Kejadian
ini tidak bisa di anggap remeh karena banyaknya kasus besar yang terungkap,
memberi sinyal bagi masyarakat bahwa semakin lama kecurangan maupun kebusukan
akan terungkap pada akhirnya, indonesia yang sudah berusia 78 tahun sudah
seharusnya bertindak tegas terhadap persoalan yang didapati, hukum di indonesia
menjadi pertanyaan, apakah pemangku kebijakan publik tidak lagi takut dengan
sanksi hukum yang dijatuhkan? Atau hukum indonesia terlalu ringan?.
Persoalannya adalah bahwa kasus terungkap bukan kasus kecil, sehingga
menciptakan amarah masyarakat di tengah susahnya perekonomian saat ini.
Bertepatan
hari kesadaran nasional saat ini, perlu bagi pemangku kebijakan publik maupun
publik sendiri kembali pada fitrahnya sebagai masyarakat yang tunduk dan patuh
pada peraturan dan konsitusi bernegara. Pengetahuan maupun tindakan harus di
dasarkan pada tingkat kesadaran kritis, seorang filsuf brazil Paulo Preire
mengatakan jika ingin mencapai individu Ideal' harus melalui tiga tingkat
kesadaran, 1. kesadaran magis 2. Kesadaran normatif 3. Kesadaran Kritis.
Masyarakat indonesia dalam hal ini tidak kekurangan orang cerdas, begitupula
dengan pejabatnya hanya saja terhenti pada hilangnya kesadaran. Banyak dari
orang cerdas indonesia kini kehilangan nuraninya, bisa jadi ini akibat
perubahan sosial dan sistem kapitalistik yang marak terjadi, sehingga obsesi
untuk memperkaya maupun rasa tidak puas tertanam dalam jiwa pejabat indonesia
saat ini, sayangnya ini berdampak terhadap masyarakat kecil, baik dari
perekonomian, sosial maupun politiknya.
Max
weber mengatakan apabila ingin membentuk kesadaran kritis harus diawali oleh
individu-individu inovatif, kemudian di sebarkan di berbagai lembaga/instansi
terkait untuk mencapai kesadaran kritis lainnya, akan tetapi butuh waktu yang
lama, sebab peran individu inovatif tadi harus mampu membisikkan pada individu
lainnya sehingga mencapai kesepakatan kelompok dan yang nantinya menjadi
kesepakatan struktural maupun organisasi, itulah mengapa orang-orang baik dan
paham persoalan seharusnya masuk dalam instansi pemerintahan. Sebab persoalan
hari ini malah individu yang sudah terbentuk baik secara moral maupun tindakan memilih
tidak ikut dalam kursi pemerintahan, tetapi anehnya menyayangkan perbuatan
amoral yang diaktualisasikan para pemangku kebijakan saat ini. Itulah
pentingnya mengetahui bahwa perjuangan itu harus berjalan 2 arah, menjadi
pemangku kebijakan publik tidak hanya terhenti pada pengetahuan dan modal
politik melimpah’ melainkan etika dan moral dalam bernegara dan berbangsa mesti
tuntas, sehingga nurani dan jiwa semerta selalu menghendaki kebenaran dan
berpihak pada masyarakat kecil dan mustadafin.
Revitalisasi ideas as historical forces
Menghendaki
perubahan dan menciptakan kesadaran tidak bisa terhenti hanya di pemberian
sanksi pada pelanggar maupun nasihat, perlu bagi seluruh elemen untuk kembali
mengaktualisasikan ideas as historical force yaitu membedakan pribadi
tradisional pada pribadi modern saat ini, Alex
inkels pernah merumuskan apabila mendidik masyarakat dengan manusia modern,
maka masyarakat itu secara berangsur-angsur akan mengubah sistem atau struktur
sosialnya, karenanya diperlukan merubah individu terpercaya didalamnya yang
akan di turunkan nantinya, sehingga pertanyaan yang keluar adalah bagaiaman
merubah kepribadian orang? Jawabnya adalah dengan menanamkan ide-ide modern
pada diri individu tersebut.
1. Terbuka
pada pengalaman-pengalaman baru tidak membatasi pendapat baru maupun penemuan
baru dan terangsang untuk mengetahuinya seperti percepatan teknologi dan
sosial, sehingga ia tidak tertutup, biasa kita sebut (openness to new
experience)
2. Kemandirian
(independence) tidak memiliki ketergangungan dengan otoritas maupun individu
lainnya dan berjalan diatas kaki sendiri dalam hal apapun.
3. Percaya
pada sains ( believe in science) sebagai pemecahan masalah an menemukan hal-hal
baru didunia sebagai konsekuensi logis.
4. Mobility
orientation yaitu mempu memetakan perjalanan hidup dan beriktiar untuk
mendapatkannya sebagaiaman halnya ambisius, menghendaki kemenangan dan
perubahan signifikan dalam hidup baik itu jabatan pengetahuan maupun
perekonomian
5. Mempunyai
rencana jangka pendek maupun panjang yaitu mampu membuat langkah dan tujuan
yang akan dilalui dalam setiap langkah sehingga memiliki target kongkrit di
kehidupannya
6. Aktif
berpolitik maksud disini yaitu mampu memutuskan pilihan dan menerima
konsekuensi dalam sistem pemerintahan, sebaliknya orang yang dikatakan pasif
dalam politik disebut apatis, tentunya masyarakat modern bertentangan dengan
apatisme, Ia menghendaki partisifastif dan perubahan
Ide
modern di atas menjadi pendorong untuk membentuk kepribadian maupun individu
terpilih yang nantinya akan menjadi promotor perubahan dikelompoknya, teori ini
mencoba untuk mendorong perubahan melalui gagasan tidak semerta-merta dengan money dan lingkungannya. Merupakan
harapan besar untuk bisa mengubah sistem dengan gagasan inovatif dan terukur,
sampai bisa mencapai negara berdaulat dan berkeadilan nantinya.
Rekonstruksi sistem
pendidikan yang adaptif
Mengobati
akan menyembuhkan suatu penyakit, berbeda dengan mencegah’ ia akan
mengantisipasi dan menghentikan datangnya suatu penyakit. Hal paling mendasar
dalam menciptakan kesadaran dan moral bernegara yaitu dengan menciptakan
pendidikan yang adaptif seperti relevansinya terhadap perubahan jaman maupun
ketertinggalan masyarakat dalam memhami situasi kondisinya. Sistem pendidikan
saat ini baik dari awal kuliah sampai akhir masa perkuliahan jarang membahas
persoalan bernegara secara teknis, bahkan penanaman Etika dan moral dalam
bangku perkuliahan sangat minim, sedikit banyaknya hanya bertumpu pada etis
konsitusi maupun undangan-undangan bernegara, padahal undang-undang walaupun
muatannya adalah peraturan bernegara masih belum cukup apabila tidak di landasi
dengan paham Etika dan moral yang bertumpu pada kebenaran mutlak setiap manusia
yang bertuhan.
Terdapat
kecendrungan sistem pendidikan yang tidak adaptif dan kurang menekankan
pentingnya resonsiblity maupun konsekuensi perilaku, sehingga mengakibatkan
fallacy dalam langkahnya, yaitu ‘what people
say and what they actually do’ apa yang di bicarakan selalu tidak sesuai
dengan apa yang di lakukan, minimnya pemahaman teknis dan mendepankan teori
dalam sistem pendidikan di kampus khususnya’ menyebabkan kemudahan untuk
berbicara hal apapun tanpa mengerti dan tidak siap menerima konsekuensinya
bahkan tidak tau cara menjalankannya, fenomena ini marak kita dapatkan’
kelihaian berbicara di depan publik dan menebar janji depan publik tanpa
mengaktulisasikan atau mengaktualisasikannya tanpa terukur dan terarah apa yang
disebutkan, sehingga peran dan fungsi intelektual khsusnya mahasiswa itu
menghianati moral universe, sebagaiamana yang disebut julian benda “ bukan
hanya moral universe yang dikhianati oleh kaum intelektual sehingga diremehkan
oleh manusia, tetapi juga kebenaran universal.
Sistem
pendidikan tanpa asas komplit dan kongrit seperti halnya memasuki hutan tanpa
senjata, ia akan dilema antara bertahan hidup dan tidak tahu arah. Oleh
karenanya rekonstruksi sistem pendidikan menuju teknis pada reaitasnya harus terus diperbaharui dan dikembangkan, sehingga
mahasiswa/pemuda sebagai pengawas kebijakan publik akan tau realitas nyata
dalam berkehidupan dan paham akan tanggung jawab etis maupun moralnya saat
menduduki bangku perkualiahan, tidak seperti sekarang’ cendrung mahasiswa
menjadi ‘Penghianat Intelektual’.
0 Comments